Aluvial Jakenan: Lanskap Pertanian, Pemukiman, dan Impian Generasi Muda
Oleh : Nisrina Jihan Az Zahra
Penulis adalah pelajar kelas XII F-6 di SMA Negeri 1 Jakenan, dengan fokus kajian pada lapisan tanah dan pengaruhnya terhadap sistem mata pencaharian.
Jakenan, sebuah kecamatan di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, menawarkan lanskap unik yang dibentuk oleh lapisan tanah aluvial. Jenis tanah hasil sedimentasi dan pelapukan batuan ini mendominasi wilayah Jakenan. Observasi lapangan menunjukkan bahwa lapisan tanah di sini didominasi oleh lapisan B (subsoil) dan C (regolith), tanpa lapisan organik (O) dan lapisan atas (A) yang subur. Tanah berwarna kuning kecoklatan ini padat, mengeras seperti batu saat kemarau, dan menjadi licin saat hujan karena kurangnya porositas.
Pertanian dan Bencana Alam
Kondisi tanah ini sangat memengaruhi sistem pertanian masyarakat setempat. Saat musim hujan, petani mengandalkan budidaya padi dua kali setahun (MT1 dan MT2). Namun, mereka juga harus berjuang melawan banjir yang mengancam tanaman padi, serangan wereng, dan padi roboh. Saat musim kemarau, kelangkaan air menjadi masalah utama. Beberapa petani beralih ke tanaman kacang atau tembakau sebagai alternatif. Kabupaten Pati sendiri dikenal sebagai salah satu wilayah lumbung padi di Indonesia[1]. Sektor pertanian, terutama tanaman padi, memegang peranan penting dalam perekonomian masyarakat.
Pola Pemukiman dan Aksesibilitas
Pola pemukiman di Jakenan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu akses jalan, transportasi, ikatan keluarga, dan ketersediaan sumber daya sawah. Perkembangan kegiatan pendidikan lebih terfokus pada jenjang formal seperti SD, SMP, dan SMA.
Impian Generasi Muda dan Gaya Hidup
Menariknya, banyak anak muda di Jakenan memiliki impian untuk merantau ke luar negeri. Ketika berhasil, mereka ingin berinvestasi dan menciptakan lapangan pekerjaan sendiri di kampung halaman. Gaya hidup masyarakat cenderung sederhana dalam konsumsi sehari-hari di rumah, tetapi sedikit lebih mewah saat makan di luar. Kepemilikan sepeda motor baru, mobil baru, perhiasan, dan pakaian baru menjadi prioritas. Alat transportasi utama adalah sepeda motor, bahkan bagi anak-anak sekolah karena tidak adanya layanan bus.
Ekonomi Lokal dan Pasar Tradisional
Kegiatan ekonomi lokal terpusat di pasar-pasar tradisional seperti Pasar Glonggong, Pasar Batur, dan Pasar Jakenan. Pasar Glonggong menjadi tempat petani menjual hasil panen dari sawah dengan jenis tanah aluvial. Hasil panen ini kemudian dijual ke pedagang keliling (bakul tereng) yang mendistribusikannya ke pasar-pasar lain seperti Pasar Sempu dan Pasar Glonggong.
Kantong Pemukiman dan Produktivitas Sawah
Desa Tambahmulyo memiliki wilayah yang luas, banyak sawah, dan berbagai usaha baru. Produktivitas sawah di dekat Sungai Sampang memungkinkan panen 2-3 kali saat kemarau. Namun, saat musim hujan, sawah seringkali tidak bisa ditanami.
Perkembangan Terkini dan Investasi
Desa Tambahmulyo juga mengalami perkembangan pesat dengan rencana pembangunan rumah sakit Bayangkara yang akan menghubungkan kecamatan Winong dan Jakenan. Harga tanah di desa ini juga meningkat signifikan, dari Rp 900 ribu menjadi Rp 1,6 juta per meter dalam tiga tahun terakhir. Usaha di bidang alat pertanian juga menunjukkan potensi yang menjanjikan.
Mitigasi Bencana
Beberapa wilayah seperti Glonggong dan Tondomulyo rentan terhadap banjir akibat luapan Sungai Silugonggo dan Waduk Wilalung. Banjir bandang dari Pucakwangi juga dapat mencapai Glonggong, bahkan ketika tidak ada hujan lokal karena kiriman air dari daerah lain.
Kesesuaian Lahan dan Produktivitas Padi di Kabupaten Pati
Kabupaten Pati memiliki total luas lahan pertanian sebesar 66.748,33 Ha yang terbagi dalam lahan pertanian sawah irigasi dan lahan pertanian sawah tadah hujan. Hasil penelitian oleh Ajiono et al. (2024) menunjukkan bahwa lahan pertanian di Kabupaten Pati sebagian besar masuk dalam kategori S1 (sangat sesuai) dan S2 (cukup sesuai) untuk pertanian, meskipun terdapat hambatan pada beberapa wilayah dengan kategori S3 (sesuai marginal). Evaluasi kesesuaian lahan ini dapat dijadikan dasar pengembangan strategi untuk meningkatkan hasil produksi dan pertanian yang berkelanjutan. Pada tahun 2023, produksi padi di Kabupaten Pati mencapai 5.257.096,87 kuintal, menunjukkan potensi besar wilayah ini dalam mendukung ketahanan pangan.
Kesimpulan
Kondisi lapisan tanah aluvial di Jakenan, Pati, memiliki dampak yang signifikan terhadap sistem pertanian, pola pemukiman, dan impian generasi muda. Meskipun terdapat tantangan seperti banjir dan kelangkaan air, masyarakat Jakenan terus berupaya untuk beradaptasi dan mengembangkan potensi wilayah mereka. Perkembangan terkini seperti pembangunan rumah sakit dan peningkatan harga tanah menunjukkan bahwa Jakenan memiliki potensi untuk terus berkembang di masa depan. Penelitian lebih lanjut mengenai kandungan logam berat pada tanah juga bisa menjadi perhatian, seperti yang diteliti Mulyadi (2009) di Sub-DAS Juwana.
DAFTAR PUSTAKA
[1] https://ejurnal.unima.ac.id/index.php/geographia/article/download/10422/5761/43004
[2] https://ejournal.unpatti.ac.id/ppr_iteminfo_lnk.php?id=471
[3] https://patikab.bps.go.id/id/publication/2024/12/20/378138ba0a03d2d4c0e1c9f6/hasil-sensus-pertanian-2023-kecamatan-jakenan.html
[4] http://repository.iainkudus.ac.id/1115/7/FILE%207%20BAB%20IV.pdf
[5] https://dputr.patikab.go.id/download/file/PERDA_NO_2_TH_2021_TTG_PERUBAHAN_ATAS_PERDA_5_TH_2011.pdf
[6] https://id.wikipedia.org/wiki/Jakenan,_Pati
[7] https://media.neliti.com/media/publications/375753-none-2cc1ac6d.pdf
[8] https://lingkungan.bsip.pertanian.go.id